TUGAS MONETER : Pengaruh nilai ekspor, nilai impor dan pendapatan nasional terhadap inflasi di indonesia tahun 2007-2012
PENDAHULUAN
A. 1.1 Latar Belakang
Ø EKSPOR
Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan menggunakan sistem pembayaran, kualitas, kuantitas dan syarat penjualan lainnya yang telah disetujui oleh pihak eksportir dan importir.
Ø IMPOR
Impor adalah proses pembelian barang atau jasa asing dari suatu negara ke negara lain. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima.
Negara-negara manapun di dunia ini tentu tidak terlepas dari akitifitas perdagangan dengan negara lain, seiring perkembangannya maka tiap negara memiliki komoditas andalan untuk diperdagangkan dengan negara lain. Setiap negara memiliki sumber daya alam yang berbeda-beda satu sama lain yang tidak terdapat di negara lain, suatu negara yang membutuhkan komoditi yang tidak tersedia di negaranya tetapi tersedia di negara lain, maka negara tersebut akan melakukan perdagangan atau pertukaran komoditi dengan negara lain sehingga terjadilah kegiatan ekspor dan impor tiap negara. Karena pentingnya hal itu maka tiap negara melakukan kebijakan ekspor-impor.
Ekspor impor merupakan kegiatan perdagangan yang memerlukan perhatian khusus bagi pemerintah kita dimana begitu beraneka ragamnya permasalahan yang dihadapi. Oleh karena dilatarbelakangi hal itulah penulis mengangkat judul “Ekspor dan Impor Indonesia”.
Ø PENDAPATAN NASIONAL
Pendapatan menjadi aspek yang sangat penting dari setiap bentuk usaha. Di Negara kita ini, berbagai sektor usaha seperti pertanian, perkebunan, industri, pariwisata, perbankan dan masih banyak sektor yang lain berlomba-lomba menghasilkan pendapatan yang tinggi guna menghidupi usaha yang mereka jalani agar tetap bisa bertahan.
Di lain sisi, kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh berbagai sektor tersebut juga akan memberikan pendapatan nasional bagi Negara.
Pendapatan nasional adalah ukuran nilai output berupa barang dan jasa yang dihasilkan suatu Negara dalam periode tertentu atau jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat dalam suatu Negara dalam satu tahun. Pendapatan nasional memiliki peran yang sangat vital bagi sebuah Negara, karena pendapatan nasional merupakan salah satu tolok ukur keberhas ilan perekonomian suatu Negara. Dengan pendapatan nasional, akan terlihat tingkat kemakmuran suatu Negara, semakin tinggi pendapatan nasional suatu Negara maka dapat dikatakan semakin tinggi juga tingkat kesejahteraan rakyatnya.
Ø INFLASI
Cukup banyak definisi inflasi yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi, tetapi sampai
sekarang belum diperoleh difinisi yang baku, yang disetujui oleh seluruh ahli ekonomi. Definisi yang paling umum adalah menurut Venieris dan Sebold (Gunawan, 1995) yang mendifinisikan inflasi sebagai “a sustainned tendency for general price”. Kenaikan harga umum yang terjadi sekali waktu saja, menurut definisi ini, tidak dapat dikatakan sebagai inflasi.
Di dalam pengertian tersebut tercakup tiga aspek, yaitu:
1) Tendency atau kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi atau aktual pada waktu tertentu turun atau naik dibanding dengan sebelumnya, tetapi secara umum tetap menunjukkan kecenderungan meningkat.
2) Sustained. Peningkatan harga tersebut tidak hanya terjadi pada waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama.
3) General level of prices. Tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga barang-barang secara umum sehingga tidak hanya satu macam barang saja.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kami sajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
NO
|
TAHUN
|
NILAI EKSPOR
|
NILAI IMPOR
|
PENDAPATAN
|
INFLASI
|
1.
|
2007
|
8.0%
|
8.9%
|
6.3%
|
6.59 %
|
2.
|
2008
|
9.5%
|
10%
|
6.1%
|
11.06 %
|
3.
|
2009
|
-9.7%
|
-15%
|
4.5%
|
2.78 %
|
4.
|
2010
|
14.9%
|
17.3%
|
6.1%
|
6.96 %
|
5.
|
2011
|
13.6%
|
13.3%
|
6.5%
|
3.79 %
|
6.
|
2012
|
6.01%
|
6.65%
|
6.23%
|
4.30 %
|
Sumber : - Data Ekspor, Impor dan Pendapatan nasional https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CCEQFjAA&url=http%3A%2F%2Fetd.ugm.ac.id%2Findex.php%3Fmod%3Ddownload%26sub%3DDownloadFile%26act%3Dview%26typ%3Dhtml%26file%3D305098.pdf%26ftyp%3Dpotongan%26tahun%3D2014%26potongan%3DS1-2014-305098-chapter1.pdf&ei=8uMYVbzuDceuuQS9rYLIDg&usg=AFQjCNGuLxrceItq2fbNbvyut8-6ayygFw&bvm=bv.89381419,d.c2E
Berdasarkan tabel di atas dapat kami tarik kesimpulan bahwa:
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2007-2012 cenderung berada di angka enam persen serta menunjukkan trend positif dan hanya mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 4,5 persen. Hal ini sebagai dampak dari krisis keuangan global di Amerika Serikat sejak pertengahan tahun 2008. Menurunnya pertumbuhan ini terlihat jelas di komponen ekspor dan impor. Pada tahun selanjutnya pertumbuhan ekspor impor Indonesia kembali membaik. Trend positif yang ditunjukkan laju pertumbuhan ekspor sebagai komponen pertumbuhan PDB Indonesia menunjukkan jika sektor perdagangan internasional (ekspor dan impor) memiliki peranan penting untuk sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pada tahun 2007 nilai ekspor hanya 8.0% dan nilai impor 8.9%, sedangkan inflasi 6.59%. Pada tahun 2011 nili ekspor meningkat 13.6%, impor juga meningkat menjadi 13.3% dan pada tahun yang sama inflasi mengalami defisit menjadi 3.79%. Walaupun pada tahun 2008 inflasi hingga 11.06%. Dengan terjadinya surplus pada nilai ekspor impor dari tahun 2010-2011 menyebabkan peningkatan pada pendapatan nasional, tetapi malah terjadi surplus pada inflasi pada tahun yang sama, walaupun pada tahun sebelumnya menurun hingga 2.78%, kemudian meningkat menjadi 6.96%. Padahal seharusnya apabila nilai ekspor impor dan juga pendapatan nasional naik seharusnya inflasi mengalami defisit, tetapi kenyataannya terjadi surplus inflasi.
B. 1.2 Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah Pengaruh inflasi terhadap Pendapatan Nasional .
C. 1.3 Tujuan Makalah
Tujuan utama dalam penulisan makalah ini adalah mengetahui pengertian inflasi, permasalahan nilai impor, nilai ekspor yang menyebabkan inflasi, dan juga yang mempengaruhi pendapatan nasional.
Kegunaan dari penulisan ini antara lain:
1. Bagi Penulis sebagai satu menyelesaikan tugas Ekonomi Moneter II dan mengetahui permasalahan tentang inflasi.
2. Bagi Pembaca hasil penulisan ini dapat menambah wawasan mengenai nilai ekspor, nilai impor, dan pendapatan nasional terhadap inflasi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. KAJIAN PUSTAKA
v Menurut pendapat Adrian Sutawijaya dalam jurnalnya yang berjudul
“PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP
INFLASI DI INDONESIA” Menyatakan bahwa Hasil investasi variabel, suku bunga, JUB, investasi, nilai tukar rupih secara bersama-sama sangat berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia. Secara parsial faktor tingkat suku bunga (SB)
mempunyai pengaruh yang positif terhadap variasi inflasi (INF) sebesar 1,387. Variabel jumlah uang beredar (JUB) menunjukkan pengaruh yang positif terhadap variasi inflasi (INF) di Indonesia sebesar 0,00580. Berdasarkan hasil estimasi, Jumlah investasi (INV) mempunyai tanda koefisien regresi yang negatif terhadap inflasi (INF) sebesar -0,0000186. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (NT) memberikan pengaruh yang positif terhadap inflasi (INF) sebesar 0,00427. Hal ini berarti jika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami apresiasi sebesar Rp. 1, ceteris paribus, maka akan meningkatkan inflasi di sebesar 0,004217%.
Inflasi merupakan tolak ukur perekonomian di Indonesia oleh karena itu pemerintah harus mampu mengendalikan inflasi dari variabel-variabel yang mempengaruhinya, seperti tingkat suku bunga, jumlah uang beredar dan nilai tukar rupiah terhadapdollar AS. Untuk mengendalikan inflasi kebijakan ekonomi yang dapat diambil pemerintah diantaranya adalah kebijakan moneter, dalam hal ini adalah fungsi Bank Indonesia selaku bank sentral. Mengingat besaran moneter (M1) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju inflasi, maka upaya yang perlu dilakukan untuk mengendalikan inflasi seyogyanya memperhatikan perubahan besaran moneter. Antara lain dengan menggunakan instrumen kebijakan moneter, yaitu fasilitas diskonto, operasi pasar terbuka, dan cadangan wajib minimum yang diharapkan nantinya dapat menekan laju inflasi.
Sejak terjadinya krisis ekonomi melanda perekonomian Indonesia, sistim nilai tukar yang berlaku diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar, dimana sebelumnya berlaku sistem nilai tukar mengambang terkendali. Pengaruh perubahan nilai tukar akan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian dalam negeri.
Pengaruh perubahan nilai tukar terhadap ketidakstabilan perekonomian dalam negeri dapat dilihat dari mekanisme perdagangan luar negeri, yaitu ekspor dan impor. Bila nilai tukar meningkat, berarti terjadi penurunan nilai rupiah. Penurunan ini akan menyebabkan harga barang ekspor Indonesia menjadi turun sehingga meningkatkan daya saing, yang memicu peningkatan ekspor. Selanjutnya, ekspor yang semakin besar akan mengakibatkan jumlah uang beredar dalam masyarakat akan bertambah, karena hasil penerimaan ekspor akan dibelanjakan di dalam negeri dalam bentuk rupiah, dan pada akhirnya akan memicu terjadinya kenaikan harga-harga atau inflasi.
v Menurut pendapat Ady Soejoto dan David Kaluge Dalam jurnalnya yang berjudul “EKSTERNALITAS EKSPOR ASEAN KE JEPANG DAN AMERIKA SERIKAT” Menyatakan bahwa Pendapatan nasional merupakan fungsi dari ekspor, artinya semakin besar ekspor maka semakin besar pendapatan nasional. Gross Domestic Product merupakan totalitas dari pengeluaran konsumsi privat, investasi privat, pengeluaran pemerintah dan net ekspor (Mankiw, 1992). Ekspor bersama-sama pengeluaran konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah merupakan injeksi dari aktivitas ekonomi. Semakin besar injeksinya maka semakin besar berlangsungnya aktivitas ekonomi (Lefwich dan Sharp, 1980).
Terjadinya ekspor-impor dapat dijelaskan oleh teori keunggulan komparatif. Negara diarahkan kepada spesialisasi produksi dan mengekpor produk yang mempunyai keunggulan komparatif dan mengimpor produk yang tidak mempunyai keunggulan komparatif. Teori tersebut menggiring perdagangan internasional ke arah liberalisme perdagangan global. Saat ini terdapat pernyataan bahwa perdagangan global hanya menguntungkan negara maju, negara yang mampu memproduksi barang berkualitas tinggi dengan mengunakan teknologi canggih dan entrepreneur handal. Di lain pihak, negara terbelakang termasuk negara berkembang belum mampu berbuat sejauh itu. Oleh karena itu, lahirlah aksioma yang menegaskan bahwa adanya kesamaan dalam beberapa hal yang harus dimiliki oleh negara-negara supaya liberalisme perdagangan global menguntungkan semua pihak. Paradigma tentang liberalisasi perdagangan global berlaku apabila negara-negara memiliki anggapan yang sama tentang ekonomi, teknologi dan kesejahteraan (Nurcahyaningtyas dan Handoko, 2001).
Keberhasilan ekspor tergantung beberapa faktor. Kurs valuta asing dan inflasi secara bersama mempunyai pengaruh terhadap ekspor-impor (Nurcahyaningtyas dan Handoko, 2001). Disamping faktor tersebut, faktor lain yaitu promosi ekspor, nilai tukar kurs dan pendapatan nasional negara asing menpengaruhi aktivitas ekspor.
Terdapat tiga pokok reformasi kebijakan perdagangan yaitu mengenai pembatasan tarif, pembentukan kembali tarif dan promosi ekspor langsung (Word Bank, 1987).
v Menurut pendapat Arsad Ragandhi dalam jurnalnya yang berjudul
“PENGARUH PENDAPATAN NASIONAL, INFLASI, DAN SUKU BUNGA DEPOSITO TERHADAP KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA“ Menyatakan bahwa
Inflasi merupakan kenaikan harga barang secara terus-menerus dalam suatu periode dan jasa naik dan terjadi inflasi akan menyebabkan turunnya nilai riil dari pendapatan sehingga melemahkan daya beli masyarakat terutama terhadap produksi dalam negeri sehingga dapat berdampak pada menurunnya konsumsi masyarakat”.(Guritno 1998:98).
Sehingga dalam jangka pendek kenaikan Inflasi dapat mengurangi nilai konsumsi masyarakat karena masyarakat dengan tingkat pendapatan yang relatif rendah lebih memilih untuk menahan konsumsi bagi barang-barang yang tidak pokok atau mencari substitusi dari barang yang mengalami kenaikan harga dengan barang yang lebih murah namun memiliki nilai manfaat yang sama atau hampir sama.
Dalam jangka panjang tingkat Inflasi berpengaruh positif terhadap konsumsi masyarakat karena masyarakat telah menyesuaikan tingkat kebutuhannya dengan tingkat harga yang ada yang artinya dalam jangka panjang kenaikan inflasi dapat dipicu oleh naiknya tingka daya beli masyarakat yang juga ikut meningkat. Kenaikan harga merupakan masalah bagi masyarakat, namun mau tidak mau mereka harus tetap melakukan pengeluaran konsumsi demi memenuhi kebutuhan pokoknya.
Secara bersama-sama variabel Pendapatan Nasional (PN), Inflasi (INF) dan Suku Bunga Deposito (SBD) tidak signifikan terhadap variabel Konsumsi Masyarakat (KM) dalam jangka pendek. Hal ini dikarenakan karena dalam rentang waktu triwulanan masyarakat masih mengambil sikap “wait and see” dimana masyarakat akan melakukan “autonomus consumption” baik bertambah atau tidaknya pendapatan tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi yang dilakukan.
Hal ini sesuai dengan teori pendapatan permanen dari Milton Friedmand, dimana dalam teorinya Friedmand mengemukakan bahwa “orang menyesuaikan perilaku konsumsi mereka dengan kesempatan konsumsi permanen atau jangka panjang, dan bukan dengan tingkat pendapatan mereka yang sekarang” (Dornbusch and Fisher, 2004 : 45).
B. LANDASAN TEORI
B.2.1. Pengertian Inflasi
Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang di jumpai di hamper semua Negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga – harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada ( atau mengakibatkan kenaikan ) sebagian besar dari harga barang – barang lain. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus menerus juga perlu di ingat. Kenaikan harga – harga karena, misalnya, musiman, menjelang hari –hari besar, atau yang terjadi sekali saja ( dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan ) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini tidak dianggap sebagai masalah atau “ penyakit “ ekonomi dan tidak memerlukan kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya.
Perkataan “ kecenderungan “ dalam definisi inflasi perlu di garis bawahi. Kalau seandainya harga – harga dari sebagian besar barang di atur atau ditentukan oleh pemerintah, maka harga – harga yang dicatat oleh Biro Statistik mungkin tidak menunjukkan kenaikan apa pun ( karena yang dicatat adalah harga – harga “ resmi “ pemerintah ). Tetapi mungkin dalam realita ada kecenderungan bagi harga – harga untuk terus menaik. Keadaan seperti ini tercermin dari, misalnya, adanyaharga – harga “ bebas “ atau harga – harga “ tidak resmi “ yang lebih tinggi dari harga – harga “ resmi “ dan yang cenderung menaik. Dalam hal ini masalah inflasi sebetulnya ada, tetapi tidak diperkenankan untuk menunjukkan dirinya. Keadaan seperti ini disebut “ suppressed inflation “ atau “ inflasi yang ditutupi “, yang pada suatu waktu akan timbul dan menunjukkan dirinya karena harga – harga resmi makin tidak relevan dalam kenyataan.
B.2.2. Permasalahan Nilai Impor, Nilai Ekspor yang Menyebabkan Inflasi
Dinamika ekspor-impor memang berdampak pada nilai tukar mata uang. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara tujuan, dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini terjadi karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negerinya agar bisa terpakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan mata uang negara asal. Karena akhir-akhir ini, impor Indonesia lebih besar daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah.Banyak pihak yang terpukul atas meningkatnya komoditi ekspor di Indonesia, Pertama adalah konsumen, terutama konsumen kelas bawah, karena pendapatan mereka tidak bisa mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi impor mulai dari importir sampai pengecer, karena mereka menghadapi pasar dalam negeri yang menyusut. Ketiga adalah para usahawan yang berorientasi pada pasar dalam negeri. Keempat rakyat pekerja yang sudah terpukul dari sisi konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat produksi impor, kenaikan nilai utang luar negeri dan penyusutan pasar dalam negeri.
Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan harga komoditi impor saja. Dampak lainnya yang juga penting adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri, karena utang luar negeri dipatok dengan mata uang asing.
uang Rupiah yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang pembayaran utang. Akibatnya, nilai tukar Rupiah bisa semakin lemah. Akan tetapi ada pula pihak yang diuntungkan oleh krisis Rupiah, jika mata uang suatu negara melemah, maka yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar) berasal dari dalam negeri.
Solusi yang paling tepat menjaga nilai mata uang kita adalah investasi emas. Kapanpun emas akan selalu stabil, walaupun pernah turun sesaat. Hal tersebut bukan berarti harga emas tidak stabil. Untuk melakukan investasi tentunya bukan di hitung dalam waktu yang singkat saja, tetapi investasi bisa dikatakan benar – benar investasi kalau kita menghitung dalam jangka yang lama, menjaga stabilitas harga dan mengamankan neraca perdagangan.
Selain itu, BI harus berusaha untuk membuat rupiah lebih menarik dengan menaikkan Fasilitas Bank Indonesia (Fasbi) minimal 100 basis point.
Perlu segera diambil langkah-langkah fundamental dan struktural. Pengendalian rupiah, tak semestinya dilakukan dengan mengerem pertumbuhan kredit yang bisa berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Yang harus dilakukan adalah pengaturan cash flow nasional. Bank Indonesia perlu mempertimbangkan relaksasi ketentuan untuk melakukan pendalaman pasar valuta asing, untuk memikat aliran modal masuk (capital inflow).
Namun di sisi lain, Arif menegaskan ekspor harus didorong dan impor harus sangat dikendalikan. Produksi nasional, mutlak harus didongkrak, termasuk produksi sektor pertanian, serta industri perkapalan dan sektor kelautan. Agar impor pangan dan defisit neraca dan jasa bisa ditekan. Kebijakan fiskal pemerintah harus disusun dalam kerangka mendorong ekspor. Misalnya dengan menurunkan pajak ekspor dan promosi perdagangan agresif. Sebaliknya untuk mengendalikan impor, pajak impor harus dinaikkan dengan dimulai dari barang mewah. Selain itu, adanya strategi pengembangan industri dan produksi nasional, terutama industri menengah dan kecil. Penciptaan lapangan kerja, realisasi anggaran, serta implementasi program pedesaan, UMKM, dan sosial, perlu dipercepat.
C. 2.3. Yang Mempengaruhi Pendapatan Nasional
Kebijakan stabilisasi harga diperlukan untuk mengatasi kesulitan yang timbul dari inflasi maupun deflasi. Stabilisasi tidak dapat dilakukan dalam sistem moneter yang berlaku pada saat itu ( sistem standar emas ). Tulisan yang berjudul “ A Treatise on Money “ ( 1930 ). Buku ini disebut treatise sebab terdiri dari beberapa topik seperti misalnya banking, standar emas, pertukaran internasional dan bank sentral. Kesemuanya ini sebenarnya menerangkan sebab – sebab terjadinya ketidakstabilan dalam perekonomian. Dalam menulis treatise ini Keynes sangat dipengaruhi oleh seorang ahli ekonomi dari swedia yang bernama Knut Wicksell ( dan juga Dennis H.Roberston). wicksell menyatakan bahwa ada dua tingkat bunga yakni the natural rate dan market rate. Apabila penguasa moneter menetapkan market rate lebih rendah dari pada natural rate, pengusaha akan melihat bahwa investasi akan menguntungkan dan mereka akan meminjam uang sehingga mengakibatkan investasi meningkat, harga akan naik ( tanpa batas ). Sebaliknya apabila market rate lebih tinggi dari pada natural rate, pengusaha tidak akan melakukan investasi dan harga akan turun.
Pendekatan Robertson tentang tabungan dan investasi sedikit berbeda. Tabungan tidak selalu sama dengan investasi, dan tidak ada mekanisme otomatis yang membuat keduanya sama.
Tidak hanya investasi sngat penting dalam menentukan pendapatan nasional tetapi terdapat kemungkinan bahwa tabungan lebih besar dari pada investasi. Keynes menyatakan bahwa tingkat bunga tidaklah merupakan media untuk menyamakan keduanya. Tugas utama bank sentral adalah menciptakan kestabilan harga melalui kebijaksanaan tingkat bunga yang selayaknya.
Dalam bukunya The General Theory, Keynes menjelaskan faktor – faktor yang menentukan pendapatan nasional. Menurut kaum klasik, pendapatan nasional akan selalu dalam keadaan full employment di mana keinginan masyarakat untuk menabung sama dengan keinginan perusahaan untuk melakukan investasi ( dalam arti ex ante ). Dalam kenyataannya ( ex post ) tabungan selalu sama dengan investasi. Namun ex post tabungan sama dengan investasi bukanlah syarat adanya keseimbangan dalam keseimbangan nasional yang selalu dalam keadaan full employment. Keynes membantah keadaan ini dan menyatakan bahwa pendapatan nasional yang seimbang dapat terjadi pada keadaan kurang dari full employment.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nasional
· Permintaan dan penawaran agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.
· Konsumsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan nasional
Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran.
Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.
· Konsumsi dan tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.
· Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat. Investasi (investment) adalah pembelian barang yang akan digunakan pada masa depan untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak. Investasi adalah jumlah pembelian peralatan modal, persedian, dan bangunan atau struktur. Investasi pada banguna meliputi pengeluaran pada rumah baru. Sesuai kesepakatan bersam, pembelian rumah baru adalah satu bentuk pembelanjaan rumah tangga yang dikategorikan investasi bukan konsumsi.
Kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi belum bias diharapkan. Aktifitas investasi di dalam negeri masih menghadapi masalah. Kenyataan masih lambannya pertumbuhan investasi dapat dilihat dari beberapa indikasi :
1. Turunnya impor barang baku / penolong publikasi badan pusat statistic (BPS) menunjukan penurunan impor bahan baku / penolong sebagai indicator lambannya investasi di dalam negeri.
2. Belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan nasional. Dari publikasi bank Indonesia (BI) memperlihatkan jumlah simpanan sudah melampau tingkat sebelum krisis, namun demikian pertumbuhan jumlah simpanan tersebut tidak di ikuti oleh pertumbuhan jumlah pinjaman terutama pinjaman sector produktif.
3. Penurunan persetujuan penanaman modal dalm negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA). Publikasi badan koordinasi penanaman modal (BKPM) memperlihatkan permohonan izin PMDN dan PMA pada tahun 2000 mengalami kenaikan setelah turun sebagai dampak krisis, namun demikian tahun – tahun berikutnya permohonan investasi di dalam negeri kembali mengalami penurunan. Penurunan PMDM dan PMA ini tentunya akan mengakibatkan penurunan realisasi dan investasi pada tahun 2002 dan 2003.
BAB III
PEMBAHASAN
Ø EKSPOR
Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan menggunakan sistem pembayaran, kualitas, kuantitas dan syarat penjualan lainnya yang telah disetujui oleh pihak eksportir dan importir.
Ø IMPOR
Impor adalah proses pembelian barang atau jasa asing dari suatu negara ke negara lain. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima.
Negara-negara manapun di dunia ini tentu tidak terlepas dari akitifitas perdagangan dengan negara lain, seiring perkembangannya maka tiap negara memiliki komoditas andalan untuk diperdagangkan dengan negara lain. Setiap negara memiliki sumber daya alam yang berbeda-beda satu sama lain yang tidak terdapat di negara lain, suatu negara yang membutuhkan komoditi yang tidak tersedia di negaranya tetapi tersedia di negara lain, maka negara tersebut akan melakukan perdagangan atau pertukaran komoditi dengan negara lain sehingga terjadilah kegiatan ekspor dan impor tiap negara. Karena pentingnya hal itu maka tiap negara melakukan kebijakan ekspor-impor.
Ekspor impor merupakan kegiatan perdagangan yang memerlukan perhatian khusus bagi pemerintah kita dimana begitu beraneka ragamnya permasalahan yang dihadapi. Oleh karena dilatarbelakangi hal itulah penulis mengangkat judul “Ekspor dan Impor Indonesia”.
Ø PENDAPATAN NASIONAL
Pendapatan menjadi aspek yang sangat penting dari setiap bentuk usaha. Di Negara kita ini, berbagai sektor usaha seperti pertanian, perkebunan, industri, pariwisata, perbankan dan masih banyak sektor yang lain berlomba-lomba menghasilkan pendapatan yang tinggi guna menghidupi usaha yang mereka jalani agar tetap bisa bertahan. Di lain sisi, kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh berbagai sektor tersebut juga akan memberikan pendapatan nasional bagi Negara.
Pendapatan nasional adalah ukuran nilai output berupa barang dan jasa yang dihasilkan suatu Negara dalam periode tertentu atau jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat dalam suatu Negara dalam satu tahun. Pendapatan nasional memiliki peran yang sangat vital bagi sebuah Negara, karena pendapatan nasional merupakan salah satu tolok ukur keberhas ilan perekonomian suatu Negara. Dengan pendapatan nasional, akan terlihat tingkat kemakmuran suatu Negara, semakin tinggi pendapatan nasional suatu Negara maka dapat dikatakan semakin tinggi juga tingkat kesejahteraan rakyatnya.
Ø INFLASI
Cukup banyak definisi inflasi yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi, tetapi sampai
sekarang belum diperoleh difinisi yang baku, yang disetujui oleh seluruh ahli ekonomi. Definisi yang paling umum adalah menurut Venieris dan Sebold (Gunawan, 1995) yang mendifinisikan inflasi sebagai “a sustainned tendency for general price”. Kenaikan harga umum yang terjadi sekali waktu saja, menurut definisi ini, tidak dapat dikatakan sebagai inflasi.
Di dalam pengertian tersebut tercakup tiga aspek, yaitu: 1) Tendency atau kecenderungan
harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi atau aktual pada waktu tertentu turun atau naik dibanding dengan sebelumnya, tetapi secara umum tetap
menunjukkan kecenderungan meningkat; 2) Sustained. Peningkatan harga tersebut tidak hanya
terjadi pada waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan secara terus menerus dan dalam
jangka waktu yang lama; dan 3) General level of prices. Tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga barang-barang secara umum sehingga tidak hanya satu macam barang saja.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kami sajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
NO
|
TAHUN
|
NILAI EKSPOR
|
NILAI IMPOR
|
PENDAPATAN NASIONAL
|
INFLASI
|
1.
|
2007
|
8.0%
|
8.9%
|
6.3%
|
6.59 %
|
2.
|
2008
|
9.5%
|
10%
|
6.1%
|
11.06 %
|
3.
|
2009
|
-9.7%
|
-15%
|
4.5%
|
2.78 %
|
4.
|
2010
|
14.9%
|
17.3%
|
6.1%
|
6.96 %
|
5.
|
2011
|
13.6%
|
13.3%
|
6.5%
|
3.79 %
|
6.
|
2012
|
6.01%
|
6.65%
|
6.23%
|
4.30 %
|
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Indonesia (BI)
Sumber : - Data Ekspor, Impor dan Pendapatan nasional https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CCEQFjAA&url=http%3A%2F%2Fetd.ugm.ac.id%2Findex.php%3Fmod%3Ddownload%26sub%3DDownloadFile%26act%3Dview%26typ%3Dhtml%26file%3D305098.pdf%26ftyp%3Dpotongan%26tahun%3D2014%26potongan%3DS1-2014-305098-chapter1.pdf&ei=8uMYVbzuDceuuQS9rYLIDg&usg=AFQjCNGuLxrceItq2fbNbvyut8-6ayygFw&bvm=bv.89381419,d.c2E
Berdasarkan tabel di atas dapat kami tarik kesimpulan bahwa:
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2007-2012 cenderung berada di angka enam persen serta menunjukkan trend positif dan hanya mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 4,5 persen. Hal ini sebagai dampak dari krisis keuangan global di Amerika Serikat sejak pertengahan tahun 2008. Menurunnya pertumbuhan ini terlihat jelas di komponen ekspor dan impor.
Adanya krisis keuangan global yang berawal di Amerika Serikat telah menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat Amerika Serikat yang selama ini dikenal sebagai konsumen terbesar atas produk-produk dari berbagai negara di seluruh dunia. Hal ini berpengaruh pula pada pola perdagangan Indonesia.
Pada tahun selanjutnya pertumbuhan ekspor impor Indonesia kembali membaik. Trend positif yang ditunjukkan laju pertumbuhan ekspor sebagai komponen pertumbuhan PDB Indonesia menunjukkan jika sektor perdagangan internasional (ekspor dan impor) memiliki peranan penting untuk sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pada tahun 2007 nilai ekspor hanya 8.0% dan nilai impor 8.9%, sedangkan inflasi 6.59%. Pada tahun 2011 nili ekspor meningkat 13.6%, impor juga meningkat menjadi 13.3% dan pada tahun yang sama inflasi mengalami defisit menjadi 3.79%. Walaupun pada tahun 2008 inflasi hingga 11.06%. Dengan terjadinya surplus pada nilai ekspor impor dari tahun 2010-2011 menyebabkan peningkatan pada pendapatan nasional, tetapi malah terjadi surplus pada inflasi pada tahun yang sama, walaupun pada tahun sebelumnya menurun hingga 2.78%, kemudian meningkat menjadi 6.96%. Padahal seharusnya apabila nilai ekspor impor dan juga pendapatan nasional naik seharusnya inflasi mengalami defisit, tetapi kenyataannya terjadi surplus inflasi.
Diagram diatas menunjukkan bahwa kenaikan inflasi yang terjadi pada tahun 2008, tidak begitu berpengaruh terhadap pendapatan nasional karena ekspor juga meningkat pada saat itu, yang walaupun impornya juga meningkat tapi tidak terlalu jauh. Jadi, walaupun pendapatan nasional meningkat tidak berarti akan terjadi inflasi,karena inflasi dapat juga terjadi karena kelangkaan barang. Apabila barang langkah tentu harga barang akan naik dan kebutuhan masyarakat pula akan tinggi, dan sudah pasti barang impor akan meledak di dalam negeri. Hal ini sebagai dampak dari krisis keuangan global di Amerika Serikat sejak pertengahan tahun 2008. Menurunnya pertumbuhan ini terlihat jelas di komponen ekspor dan impor. Adanya krisis
keuangan global yang berawal di Amerika Serikat telah menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat Amerika Serikat yang selama ini dikenal sebagai konsumen terbesar atas produk-produk dari berbagai negara di seluruh dunia. Hal ini berpengaruh pula pada pola perdagangan Indonesia. Pada tahun selanjutnya pertumbuhan ekspor impor Indonesia kembali membaik. Trend positif yang ditunjukkan laju pertumbuhan ekspor sebagai komponen pertumbuhan PDB Indonesia menunjukkan jika sektor perdagangan internasional (ekspor dan impor) memiliki peranan penting untuk sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia.
A. Permasalahan Nilai Impor, Nilai Ekspor yang Menyebabkan Inflasi
Dinamika ekspor-impor memang berdampak pada nilai tukar mata uang. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara tujuan, dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini terjadi karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negerinya agar bisa terpakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan mata uang negara asal. Karena akhir-akhir ini, impor Indonesia lebih besar daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah.
Banyak pihak yang terpukul atas meningkatnya komoditi ekspor di Indonesia, Pertama adalah konsumen, terutama konsumen kelas bawah, karena pendapatan mereka tidak bisa mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi impor mulai dari importir sampai pengecer, karena mereka menghadapi pasar dalam negeri yang menyusut.
Ketiga adalah para usahawan yang berorientasi pada pasar dalam negeri. Keempat rakyat pekerja yang sudah terpukul dari sisi konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat produksi impor, kenaikan nilai utang luar negeri dan penyusutan pasar dalam negeri.
Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan harga komoditi impor saja. Dampak lainnya yang juga penting adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri, karena utang luar negeri dipatok dengan mata uang asing.
uang Rupiah yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang pembayaran utang. Akibatnya, nilai tukar Rupiah bisa semakin lemah. Akan tetapi ada pula pihak yang diuntungkan oleh krisis Rupiah, jika mata uang suatu negara melemah, maka yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar) berasal dari dalam negeri.
Solusi yang paling tepat menjaga nilai mata uang kita adalah investasi emas. Kapanpun emas akan selalu stabil, walaupun pernah turun sesaat. Hal tersebut bukan berarti harga emas tidak stabil. Untuk melakukan investasi tentunya bukan di hitung dalam waktu yang singkat saja, tetapi investasi bisa dikatakan benar – benar investasi kalau kita menghitung dalam jangka yang lama, menjaga stabilitas harga dan mengamankan neraca perdagangan.
Selain itu, BI harus berusaha untuk membuat rupiah lebih menarik dengan menaikkan Fasilitas Bank Indonesia (Fasbi) minimal 100 basis point.
Perlu segera diambil langkah-langkah fundamental dan struktural. Pengendalian rupiah, tak semestinya dilakukan dengan mengerem pertumbuhan kredit yang bisa berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Yang harus dilakukan adalah pengaturan cash flow nasional. Bank Indonesia perlu mempertimbangkan relaksasi ketentuan untuk melakukan pendalaman pasar valuta asing, untuk memikat aliran modal masuk (capital inflow).
Namun di sisi lain, Arif menegaskan ekspor harus didorong dan impor harus sangat dikendalikan. Produksi nasional, mutlak harus didongkrak, termasuk produksi sektor pertanian, serta industri perkapalan dan sektor kelautan. Agar impor pangan dan defisit neraca dan jasa bisa ditekan. Kebijakan fiskal pemerintah harus disusun dalam kerangka mendorong ekspor. Misalnya dengan menurunkan pajak ekspor dan promosi perdagangan agresif. Sebaliknya untuk mengendalikan impor, pajak impor harus dinaikkan dengan dimulai dari barang mewah.
Selain itu, adanya strategi pengembangan industri dan produksi nasional, terutama industri menengah dan kecil. Penciptaan lapangan kerja, realisasi anggaran, serta implementasi program pedesaan, UMKM, dan sosial, perlu dipercepat.
B. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nasional
· Permintaan dan penawaran agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.
· Konsumsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan nasional
Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran.
Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.
· Konsumsi dan tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya.
Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.
· Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat. Investasi (investment) adalah pembelian barang yang akan digunakan pada masa depan untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak. Investasi adalah jumlah pembelian peralatan modal, persedian, dan bangunan atau struktur. Investasi pada banguna meliputi pengeluaran pada rumah baru. Sesuai kesepakatan bersam, pembelian rumah baru adalah satu bentuk pembelanjaan rumah tangga yang dikategorikan investasi bukan konsumsi.
Kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi belum bias diharapkan. Aktifitas investasi di dalam negeri masih menghadapi masalah. Kenyataan masih lambannya pertumbuhan investasi dapat dilihat dari beberapa indikasi :
4. Turunnya impor barang baku / penolong publikasi badan pusat statistic (BPS) menunjukan penurunan impor bahan baku / penolong sebagai indicator lambannya investasi di dalam negeri.
5. Belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan nasional. Dari publikasi bank Indonesia (BI) memperlihatkan jumlah simpanan sudah melampau tingkat sebelum krisis, namun demikian pertumbuhan jumlah simpanan tersebut tidak di ikuti oleh pertumbuhan jumlah pinjaman terutama pinjaman sector produktif.
6. Penurunan persetujuan penanaman modal dalm negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA). Publikasi badan koordinasi penanaman modal (BKPM) memperlihatkan permohonan izin PMDN dan PMA pada tahun 2000 mengalami kenaikan setelah turun sebagai dampak krisis, namun demikian tahun – tahun berikutnya permohonan investasi di dalam negeri kembali mengalami penurunan. Penurunan PMDM dan PMA ini tentunya akan mengakibatkan penurunan realisasi dan investasi pada tahun 2002 dan 2003.
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
Seperti yang terjadi pada Negara – Negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai “penyakit” ekonomi makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang akhir pemerintahan orde baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa besar persentase kelompok masyarakat golongan yang menderita akibat inflasi. Tekanan inflasi ada 3 sumber penyebabnya, yakni harga komonitas global (termasuk pangan, kurs nilai tukar rupiah, dan tekanan harga minyak dunia terhadap anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN). Dari sudut kurs, perhitungan bank mandiri menunjukan bahwa kurs saat ini berada pada nilainya yang wajar Rp.9.258 per dolar AS dan ini masih pada potensi kelemahan. Penyebab melemahnya rupiah ini nilai ekspor Indonesia yang diperkirakan haranya tetap, sedangkan nilai harga – harga produk yang di impor dari pasaran dunia sudah meningkat, sehingga nilai tukar Indonesia ter depresiasi dan menyebabkan nilai wajar kurs melemah.
Inflasi memiliki dampak positif dan negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung atau mengadakan investasi dan produksi karena harga dengan cepat meningkat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga, sehingga hidup mereka semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
B. SARAN
Apabila Indonesia ingin mendapat sisi positif dalam perdagangan Indonesia maka Indonesia harus mampu melakukan kegiatan ekspor yang lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan impor.Banyaknya masalah yang terjadi dengan adanya kegiatan ekspor impor ini sehingga pemerintah dituntut untuk melakukan kebijakan yang benar dan tepat sasaran. seharusya pemerintah membuat keringan peraturan bagi barang-barang ekspor dan impor agar kegiatan tersebut lancar.
Faktor konsumsi merupakan faktor terbesar penyumbang pendapatan nasional dan penggerak perekonomian suatu negara, pemerintah hendaknya mampu menciptakan program-program untuk dapat mendongkrak pola konsumsi masyarakat dan mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Pemerintah juga harus mampu menjaga kestabilan harga barang dan jasa, serta kondisi keamanan dalam negeri yang stabil dan kondusif sehinga tingkat inflasi dapat dikendalikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
(Sutedi, Adrian : HUKUM KEUANGAN NEGARA) (2010:302)
(Boediono : SERI SINOPSIS PENGANTAR ILMU EKONOMI NO. 5 EKONOMI MONETER EDISI KETIGA) (1985:162-166)
( : SERI SINOPSIS PENGANTAR ILMU EKONOMI NO. 5 EKONOMI MONETER EDISI KETIGA) (1985:161-162)
(NOPIRIN : EKONOMI MONETER BUKU 1 EDISI KE-4) (1992:78-79)
(WILSON, PETER : PENGANTAR EKONOMI MAKRO) (2012:12)
(SETYOWATI, RINI : MAKRO EKONOMI INDONESIA) (2002:8-9)
(Diunduh 19/03/2015 pukul 04.30)
(Diunduh 19/03/2015 pukul 08.01)
(Diunduh 25/03/2015 pukul 14.53)
0 comments